Senin, 02 Mei 2011

Briptu Norman Kamaru, Duta Patnership Building Polri




DORONGAN objektif maupun subjektif terhadap kinerja Polri, tampaknya tak henti-hentinya disuarakan oleh berbagai kalangan, agar menjadi Polri yang profesional, mandiri, dan memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap publik. Hal itu menjadi kerinduan publik yang tidak bisa diabaikan oleh Polri di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.  

Lalu persoalannya, bagaimanakah dengan merenda reformasi birokrasi Polri selama ini? Grand strategy reformasi Polri, sebagai titik pijak pemulihan kepercayaan publik, sejatinya tidak hanya sekadar lip service yang tidak membumi terhadap persoalan-persoalan yang sesungguhnya terjadi di lembaga tersebut. Kepercayaan publik, sesungguhnya merupakan energi bagi Polri dalam menjalankan segenap tugas dan fungsinya.

Ditengah berada pada titik nadir krisis kepercayaan publik terhadap Polri, justru pubik “terhibur” oleh tingkah lucu angota Polri, yaitu Briptu Norman Kamaru. Briptu Norman dengan gayanya yang menghibur pertama kali muncul di Youtube, seakan publik melupakan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi kepolisian. Briptu Norman pun hampir dua mingguan terus muncul di berbagai media masaa (terutama elektronik/TV) membawa “misi” kepentingan Polri dalam rangka membangun kemitraan dengan masyarakat.

 Patnership building Polri, sebagai salah satu grand strategy reformasi birokrasi Polri, tampaknya, dengan kemunculan Briptu Norman, dapat dijadakan sebagai momentum, dengan kata lain, sebagai salah satu simbol kemitraan polri dengan masyarakat. Sebagai rangkaian dari trust building (membangun kepercayaan) publik pada tahap pertama reformasi polri.

Dalam reformasi birokrasi polri tersebut, teragendakan trust building sebagai tahap pertama (yang berakhir tahun 2009); dan tahap berikutnya adalah patnership building (2010-2014) dalam membangun kepercayaan masyarakat menuju Polri yang mandiri, profesisonal dan dapat dukungan publik sebagai wujud dari membangun kemitraan.

Namun begitu, agenda pekerjaan rumah reformasi ke dalam (internal) Polri dalam tahap pertama, masih perlu ditengok kembali dengan bening pikir dan bersih nurani sebelum terlambat, dengan sejatinya menginsyafi atas kelemahan-kelemahan selama ini yang terjadi. Oleh karena itu, butuh keikhlasan untuk mereform diri Polri  dengan merajut mengembalikan kepercayaan dan dukungan publik. Toh Polri dengan tugas yang diamanatkan oleh UU No. 2 tahun 2002 Pasal 13, adalah: a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b) menegakkan hukum; dan c) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, tentu saja peka dan profesional serta santun dalam memberikan pelayanan. Agar dukungan publik pun dengan sendirinya tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, tugas tersebut sulit rasanya tercapai jikalau peranserta masyarakat pun tidak ada, atau publik apatis, yang diakibatkan oleh perilaku oknum Polri dalam mengemban tugas dan fungsinya itu masih diskriminatif, tidak (kurang) peka, kurang profesional, bahkan arogan dalam melayani publik. 

Bahkan bisa jadi, lahirnya lembaga-lembaga ad hoc yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak jauh berbeda dengan tugas dan fungsi kepolisian, seperti KPK dan Tim Pencari Fakta, Satgas Anti Mafia Peradilan, serta entah tim-tim apalagi, disadari atau tidak, sesungguhnya berada dalam ruang lingkup yang menunjukkan karena Polri masih “bermain-main” dengan tugas yang diembankannya.

Sungguh, ujian yang tidak mudah untuk diselesaikan dan diyakinkan terhadap publik, akan tetapi, suka tidak suka itu harus dijalankan dan diselesaikan dengan memperlihatkan wajah kepolisian yang peduli terhadap kepentingan publik, bukan kepentingan penguasa. Atau dalam bahasa lain, reformasi kultural Polri adalah dengan mengedepankan perilaku Polri yang simpatik, menghargai hak-hak sipil, bersahabat, tidak memperlihatkan wajah arogan atau karakteristik militer.

Dengan demikian, seiring dengan persoalan-persoalan yang dihadapi Polri, tentu saja harapan publik, baik harapan aktif maupun pasif (menunggu) terhadap komitmen Polri dalam membenahi dirinya dengan mengoptimalkan reformasi birokrasi Polri agar fungsional, sehingga, Polri tidak “tersandera” oleh citra buruk di mata masyarakat. Semoga**.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar